Ivoknews.com - Wakil Bupati Cilacap, Ammy Amalia Fatma Surya, yang dikenal vokal dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan inisiator RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, menegaskan bahwa dugaan kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang perempuan berusia 20 tahun di Kecamatan Kesugihan tidak bisa langsung diproses hukum tanpa laporan dari korban. Hal ini karena tindak pidana perkosaan terhadap korban dewasa menurut UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) termasuk delik aduan.
“Kalau korbannya sudah dewasa, maka kasusnya delik aduan. Artinya korban sendiri yang harus melapor. Orang lain baru bisa melapor jika korban masih di bawah umur. Dalam UU Perlindungan Anak, batas usia dewasa itu 18 tahun,” jelas Ammy melalui pesan singkat, Rabu (21/8/2025).
Ammy mengungkapkan, dirinya sudah berdialog langsung dengan korban. Hasil asesmen psikolog menunjukkan korban dalam kondisi sadar dan waras, namun menolak melaporkan ayah kandungnya.
“Saya sudah bilang ayo saya temani melapor, tapi dia menangis. Dia bilang, ‘Nanti kalau bapak dipenjara, saya bagaimana? Saya cuma punya bapak.’ Ini dilema nyata,” ujar Ammy.
Tanpa kesediaan korban bersaksi, bukti permulaan tidak cukup kuat.
“Ayahnya mengaku saja tidak cukup, harus ada bukti tambahan. Karena itu saya minta dilakukan tes DNA untuk memastikan. Kalau ternyata pelaku bukan ayah, tapi misalnya kakek, dan polisi salah tangkap, itu berbahaya,” jelasnya.
Dilema Sosial dan Perlindungan Negara
Ammy juga menyoroti dilema sosial yang sering luput dari perhatian: keberlangsungan hidup korban dan bayi yang akan lahir.
“Apakah para aktivis bisa menjamin keberlangsungan hidup korban dan bayinya? Ini yang sering terlupakan. Inilah dilema yang kita hadapi di lapangan,” katanya.
Kasus yang Mengguncang Kesugihan
Kasus ini terungkap setelah komunitas perempuan di Cilacap, Puan Cilacap, menerima aduan masyarakat dan menelusuri peristiwa sejak Juli 2025. Warga sekitar ternyata sudah lama mengetahui, bahkan sempat melakukan “sidang” secara internal. Namun, masalah itu hanya dijadikan bahan bisik-bisik dan musyawarah keluarga, seolah tubuh seorang anak bisa ditawar.
Puan Cilacap telah melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA), khususnya UPTD PPA, untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan, pendampingan psikologis, dan akses medis. Sejak 13 Agustus 2025, korban berada dalam pantauan dan pendampingan terbatas, meski perlindungan jangka panjang masih sangat diperlukan.
Hidup dalam Jeratan Predator
Sejak kecil, korban hidup rentan setelah ibunya meninggal ketika berusia 3 tahun. Ia tinggal bersama kake dan ayah kandungnya—ayah yang justru menjadi predator.
Artikel Terkait
Menyelami Filosofi Avicenna Tentang Mental Jiwa yang Kuat untuk Menghidupkan Kecerdasan
Angka Cerai dan PMI Perempuan tertinggi di jateng: Perempuan Cilacap Pilih Jadi Janda Mandiri daripada Istri laki-laki Mokondo
Cirebon Naikkan PBB Nyaris 1000%, Pati 250% Saja Sudah Geger Geden—Netizen Serukan Pati Part 2
Ibnu Khaldun Sudah Ingatkan 600 Tahun Lalu! Pajak Tinggi Bikin Negara Runtuh, PBB Naik Ugal-Ugalan Kas Tetap Kosong
Prabowo Ingatkan: Indonesia Bisa Jatuh Jadi Negara Gagal dan Merugi Gara-Gara Ini!
Pajak Haram Sebagian Ulama Membolehkan, Sri Mulyani Samakan dengan Zakat, Rakyat Bayar, Pejabat Foya-Foya — Gimana Tidak Sakit Hati?
Prabowo: Silakan yang di Luar Pemerintahan, Kita Butuh Kritik – Meski Menyesakkan, Jangan Pernah Berhenti Kritik!
Kawunganten Pecah! Kirab Harmoni Kemerdekaan MI Al Hikmah 01 Bikin Jalan Desa Penuh Sesak, Ribuan Warga Tumpah Ruah Sorak Sorai!
Menteri PPPA Kecam Tragedi Cilacap: Anak Jadi Korban Kekerasan Ibu Kandung dan Pasangannya, Bukti Perlindungan Anak Masih Rapuh
Ayah Biadab Tanpa Nurani di Kesugihan, Cilacap Diduga Menghamili Anak Kandungnya, Penyintas Kini Hamil 8 Bulan