Ivoknews.com - Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terjadi di berbagai daerah memicu gelombang protes. Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, menyebut fenomena ini “ugal-ugalan” dan berpotensi memberatkan rakyat.
“Bukan hanya di Pati yang menaikkan PBB secara ugal-ugalan (250%), tetapi juga di daerah lain. Di Kabupaten Semarang naik 400%, Jombang 450%, bahkan di Cirebon tembus 1.000%,” ungkap Tulus, Jumat (15/8).
Menurutnya, kebijakan ini tak ubahnya pemerasan terhadap masyarakat. “Kenaikan pajak memang bisa saja dilakukan, tapi harus wajar dan terukur. Besaran yang melonjak 250%-1.000% jelas tidak rasional,” tegasnya. Tulus menilai pemerintah daerah seharusnya mempertimbangkan daya beli rakyat dan keandalan pelayanan publik sebelum menaikkan tarif pajak.
Ibnu Khaldun Sudah Mengingatkan 600 Tahun Lalu
Fenomena ini mengingatkan pada pandangan Ibnu Khaldun yang disampaikan dalam Muqaddimah. Seperti dikutip ustadz @hilmi.firdausi, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa di awal berdirinya sebuah negara, pajak rendah tetapi kas negara tetap penuh. Hal ini karena ekonomi rakyat tumbuh, perdagangan hidup, dan produktivitas tinggi.
Namun, ketika penguasa mulai boros dan korup, pajak dinaikkan untuk menutup kekurangan kas. Akibatnya, rakyat terbebani, ekonomi melemah, aktivitas produksi turun, dan pendapatan negara justru merosot meski tarif pajak tinggi.
Teori ini mirip dengan konsep Laffer Curve: pajak terlalu tinggi justru membuat penerimaan negara turun karena kegiatan ekonomi mati suri.
Kutipan Asli Ibnu Khaldun
Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun menulis:
“Pada awal negara, pajak sedikit, rakyat semangat bekerja, ekonomi berkembang. Saat negara menua dan penguasa menjadi boros, pajak diperbanyak. Rakyat kehilangan minat bekerja, produksi turun, pendapatan negara merosot, dan kehancuran pun datang.”
Redaksi Arabnya:
«اعلم أن الجباية (الرسوم) على الناس في بداية نشأة الدولة تكون قليلة، وفي آخر الدولة تكون كثيرة. … فإذا قلت الجباية على الرعايا نشطوا للعمل ورغبوا فيه، فتكثر التنمية ويزدهر الاقتصاد … فإذا استمرت الدولة … وجاء الملك العضوض والحضارة … يكثّرون الجباية على الرعايا … فتقل رغبة الناس عن العمل … فتنقص … جباية الخراج … ولا يزال الخراج في نقص والجباية في زيادة، إلى أن ينتقص العمران … ويعود وبال ذلك على الدولة … إذا فهمت ذلك علمت أن أقوى الأسباب في الاعتمار تقليل مقدار الرسوم … بما أمكن ذلك»
Peringatan Serius untuk Pemerintah
Hetta Mahendrati Latumeten mengingatkan, menaikkan PBB secara drastis di tengah kondisi ekonomi rakyat yang belum pulih adalah kebijakan yang berisiko tinggi. “Jangan sampai rakyat sampai menjual harta atau berutang hanya demi bayar pajak. Itu menjerumuskan masyarakat ke jurang kemiskinan,” katanya.
Jika pemerintah daerah mengabaikan pelajaran sejarah ini, bukan hanya ekonomi lokal yang tertekan, tapi juga penerimaan negara akan ikut terpuruk—persis seperti yang sudah diperingatkan Ibnu Khaldun lebih dari enam abad lalu.
Artikel Terkait
Anies Baswedan Jenguk Tom Lembong di Rutan Cipinang Usai Dapat Abolisi dari Prabowo
Deddy Corbuzier Puji Prabowo soal Abolisi untuk Tom Lembong: "Anda Adalah Seorang Presiden"
DJ Panda Tulis Pesan Cinta untuk Bayi Erika Carlina, Netizen Terharu Meski Hubungan Masih Misteri
Gunung Lewotobi Laki-Laki Meletus Dahsyat, Kolom Abu Capai 10.000 Meter dan Langit Sekitar Memerah
Emas vs Bitcoin: Duel Safe Haven di Era Digital, Siapa yang Lebih Tangguh?
Viral! Resto Mendadak Hening Diduga Takut Bayar Royalti Musik, Pengunjung: Serasa Hidup di Tahun 70-an
Dijadwalkan Tes DNA Kasus Lisa Mariana vs Ridwan Kamil, Pengacara: Saatnya Pembuktian!
Menyelami Filosofi Avicenna Tentang Mental Jiwa yang Kuat untuk Menghidupkan Kecerdasan
Angka Cerai dan PMI Perempuan tertinggi di jateng: Perempuan Cilacap Pilih Jadi Janda Mandiri daripada Istri laki-laki Mokondo
Cirebon Naikkan PBB Nyaris 1000%, Pati 250% Saja Sudah Geger Geden—Netizen Serukan Pati Part 2