Ivoknews.com - Di tengah keremangan Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, ketika tanah bergeser dan rumah-rumah tenggelam di bawah material longsor, berdirilah tiga perempuan yang memilih tetap di garis depan.
Mereka bukan tokoh fiksi, bukan nama besar, tetapi tiga wanita Basarnas Cilacap yang kekuatannya melebihi bunyi sirene dan gemuruh alat berat.
Sejak Kamis, 13 November, Rani Novitasari, tenaga medis yang tetap lembut meski kepalanya dipenuhi prosedur darurat; Siti Nuraisah, rescuer yang juga menangani administrasi posko dengan ketelitian tak tergoyahkan; dan Suci Amalia, rescuer yang menjadi jembatan informasi lewat tugas kehumasan—tiga perempuan ini sudah berada di lokasi bencana.
Mereka memutuskan satu hal: tidak pulang sebelum semua korban ditemukan dan terdata.
Padahal, rasa takut bukan tidak ada. Dua hari sebelumnya, longsor susulan dan banjir dari bagian atas bukit kembali menerjang, membuat seluruh tim meningkatkan kewaspadaan. Namun, ketiga perempuan ini tetap memilih bertahan.
“Yang utama adalah kepercayaan penuh pada SOP dan pelatihan intensif selama siaga di kantor. Sumber kekuatannya tentu dari rasa kemanusiaan, keyakinan bahwa setiap nyawa berharga. Juga dukungan dan solidaritas tim di lapangan. Kami saling jaga, saling mengingatkan, dan menguatkan untuk meminimalkan rasa ragu dan kesendirian di tengah bahaya,” tutur Suci Amalia, mewakili keteguhan hati ketiga perempuan itu.
Hingga hari ini, catatan resmi menunjukkan 46 warga terdampak: 23 selamat, 18 meninggal dunia, dan 5 masih dalam pencarian. Selain itu, 16 rumah tertimbun material longsor.
Namun di balik angka-angka itu, ada tiga perempuan yang menjadi fondasi ketenangan tim:
-
Rani, yang menangani korban dengan tatapan penuh empati—bahkan ketika tubuhnya lelah.
-
Siti, yang mengatur alur informasi posko agar operasi penyelamatan tetap presisi.
-
Suci, yang menjaga komunikasi, memastikan setiap perkembangan tersampaikan dan setiap keluarga mendapatkan kepastian.
Mereka bertiga bukan hanya bekerja—mereka hadir sebagai penjaga harapan.
Di antara hujan, lumpur, dan ancaman longsor susulan, ketiga perempuan Basarnas ini menunjukkan bahwa keberanian tidak mengenal gender. Bahwa perempuan pun dapat berdiri paling depan ketika nyawa manusia dipertaruhkan.
Artikel Terkait
Patrick Kluivert dan Puzzle Garuda Jelang Round 4: Menyatukan Potongan Keseimbangan Tim di Tengah Tekanan Timur Tengah
Tot Tot Wuk Wuk Jadi Sindiran Viral: Gerakan Kocak Sarat Kritik Penyalahgunaan Sirene dan Strobo di Jalan Raya
Purbaya ‘Semprot’ Kebijakan Cukai Rokok: Disebut Aneh, Tanpa Arah, dan Picu Ancaman PHK Massal di Industri Tembakau
Dari Denting Gong ke Semangat Pelajar NU: Konfercab IPNU-IPPNU Cilacap 2025 Resmi Dibuka
DPR Desak Sekolah Terlibat dalam Program Makan Bergizi Gratis untuk Tingkatkan Kualitas dan Serapan Anggaran
Gelombang Aksi Buruh di Senayan: Desak Pengesahan UU Ketenagakerjaan dan Tagih Janji Presiden
Kapolri Bentuk Tim Reformasi Polri, Langkah Besar Menuju Transformasi 2025-2045
Sein Kanan Belok Kiri: Buku Baru Telson Hardani, Alarm Keras untuk Keselamatan Pengendara Motor Indonesia
PDKN Cabang Semarang Raya Sukses Gelar Webinar Nasional 2025: Membangun Generasi Emas Indonesia
Tjilatjap International Film Festival: Bukan Sekadar Nonton Film, Cilacap Jadi Laboratorium Kreatif Global!